Kamis, 29 Januari 2009

Kampoeng Inggris

Sehari setelah perhelatan Assembling Class, aku masih punya satu tugas lagi. Mendampingi anak-anak kelas empat belajar ke "Kampoeng Inggris". Yap...Pare Kediri tujuan kami. Menyiapkan kondisi fisik dari kelelahan setelah pagelaran acara besar dan lain sebagainya. Tanggal 18 Januari 2009, kami berdua (saya dengan Us. Khusnul) dengan 20 anak kelas 4, 12 ikhwan dan 8 akhwat.

Pagi jam 07.00, mereka sudah berkumpul sambil masih menunggu beberapa, aku berbincang-bincang dngan wali murid. Titip-titip anak-anak ya Us...!, Ini si ini biasanya begini, si itu biasanya begitu. Ya..., kulihat jelas kecemasan mereka ditinggal ananda hanya dengan kami berdua Asatidznya. Us mas ini bawa obat.., tolong diingatkan minumnya. Mbak ini bawa vitamin diingatkan tiga kali sehari. Begitulah akhirnya semua berkumpul dan siap berangkat. Di mulai sedikit cas cis cus adab di perjalanan dan doa awal belajar dan do'a naik kendaraan, akhirnya kami berangkat.

Hal pertama kali kami rasakan khususnya anak-anak adalah: kondisi bis yang biasa-biasa saja menurutku, tidak ada AC, tidak ada musik dan video. Karena terbiasa naik bis seperti ini, aku sih enjoy-enjoy saja. Beda dengan anak-anak, yang biasanya naik mobil pribadi dengan vasilitas yang komplit, kalau toh naik bus pasti dengan fasilitas yang sama dengan mobil pribadinya. Us..., apa orang tua kita nggak punya uang toh..., kok kita harus naik bus kayak gini, celetu beberapa dari mereka, dan yang lainnya menimpali. Walhasil..., aku harus memberikan pengertian pada mereka. Bahwa kita tuh, harus bisa menikmati sesuatu dalam kondisi bagaimanapun. Orang bepergian itu yang penting adalah suasana hatinya. Kalau hatinya nyaman, naik bus reyotpun akan terasa nikmat. Tapi kalau suasana hati lagi nggak nyaman naik mobil super mewahpun kita tidak akan enjoy. Dan setelah itu mererka benar-benar bisa menikmati perjalanan mereka.

Sampai di Pare mereka senang sekali, but..., ketika mereka melihat tempat penginapannya, lagi-lagi mereka protes. Dan setelah itu bagaimana kami berdua dengan Us Khusnul meyakinkan mereka bahwasannya mereka bisa survive meskipun di tempat seprti ini jauh dari kenyamanan seperti di rumah mereka. Kami berdua memotivasi mereka, bagaimana orang-orang yang sukses pasti mengalami masa-masa sulit dalam hidup mereka. Aku ambil contoh tentang kehidupan guruku, Ust. Tolhah hasan, mantan menteri agama. Tentang kehidupan tokoh yang mereka kagumi "Ikal si Laskar Pelangi". Dan yang paling penting adalah waktu di sana hanya tiga hari saja. Betapa sombongnya kita yang tidak mau kenikmatan Allah diambil barang sejenak. Aku teringat kisah nabi Ayyub. Dan mudah-mudahan ini adalah sebuah wawasan bagi kehidupan mereka kelak.

1 komentar:

ahmad daynamu sholih mengatakan...

good night miss Nunung. Your story is soo good... I'm your student who follow to the kampoeng Inggris you must be know me...